Entah mengapa Tuhan itu tak
pernah adil, Sabtu 20 Oktober 2012. Di hari itu aku dapat kabar duka yang
datang tanpa pernah di harapkan. Saat lonceng diruang tengah berdentang tepat
sebelas kali, disaat bulan tengah bersinar terang. Aku dan teman-teman ku tiba
di halaman rumah ku setelah menghadiri acara ulang tahun salah satu teman
sekelas ku. Awalnya kita senang dan penuh suka cita saat pulang dari sana
karena telah bersenang-senang. Ketika sedang bercengkrama di kamar sempit yang
penuh keluh dan kesah. Seketika itu semuanya berubah ibarat putih yang
tiba-tiba menjadi gelap menghitam, hening terpecah seketika kabar duka datang
bersama dengan mulut salah seorang bibi ku. Samar terdengar DIA sudah tidak ada
Cal, ucapnya ragu. Siapa ?! tanya ku cemas. Adikmu yang sedang berada di rumah
sakit. Hatiku melayang terbunuh bersama duka, kelam diterjang kapedihan.
Sungguh mulut tak mampu berucap meski hanya sepatah kata, saat itu ku hiraukan
semua yang ada dikamar dan rumah kecil ku. Ku coba tegar dengan tetap tersenyum
melanjutkan perbincangan yang sempat tertunda, tapi sungguh hati tak bisa
dibohongi. Meski senyum terus ku tabur, namun pilu terdengar dari setiap kata
yang terlontar dari bibirku. Ibu ku yang saat itu tengah dalam mimpi indah
terbangun mendengar kabar haru itu, terkapar tak berdaya di ranjang empuk
miliknya. Semua orang tercengan, kaget dan bingung. Mereka terus berteriak
dengan isak tangis dan relung air mata sembari berseru-seru memanggil nama ibu
ku agar ibu ku tercinta bangun dari pingsannya. Teman ku yang ada disana kaget
setengah mati, mereka berkata mungkin itu hanya kabar bohong orang iseng. Sunggung
ingin rasanya ku percaya pada ucap salah satu teman ku itu, tapi harapan palsu
kembali menggeliat, semuanya ini adalah kenyataan yang paling nyata yang harus
keluarga kami terima. Selang beberapa menit teman ku pulang entah kemana mereka
akan pergi, namun dengan duka ku berkata aku tak bisa menemani kalian malam
ini. Tak apa, turut berduka, yang sabar ya Cal. Teman ku menyaut. Merka pulang,
segera ku bergegas menuju kamar ibuku yang tengah terbaring kaku, ku berseru
kencang, Ibuu.. !! Ibuuu... !! Ibuuu...!!! Dengan sendu karena ku merasa takut
sesuatu yang buruk terjadi pada satu-satunya orang yang paling aku sayang
setelah ayah ku. Ibu ku mengeram-eram menahan duka yang tersayat di hati
kecilnya. Sungguh ku tahu rasanya itu Ibu, bagaimana mungkin kehilangan seorang
buah hati yang sembilan bulan lamanya kau nantikan. Aku tahu dalalam sembilan
bulan tidur mu belakangan selalu terusik oleh rengek buah hati diperut mu itu,
namun semua kau hiraukan demi anak tercinta mu itu. Pasti kau lelah, pasti kau
capai dengan keadaan mu yang seperti itu. Namun malam ini, semua seperti
sia-sia. Malam ini mungkin dirimu merasa menjadi seorang ibu yang gagal karena
gagal melindungi buah hati mu itu. SUNGGUH AKU TAHU BETAPA SAKITNYA ITU !!!
Ingin rasanya ku peluk dirimu seketika itu, namun semua termakan gengsi ku yag
terlalu tinggi ku hanya dapat memandangimu penuh rasa pedih dan sakit di
hatiku. Aku sudah tak bisa menangis
lagi, aku sungguh tak bisa bersendu-sendu mendengar semua ini. Dari awal ibu ku
melahirkan dia, aku sungguh menaruh rasa cemas dan curiga yang teramat sangat
pada saat itu ketika ibuku baru saja selesai persalinan, karena buah hatinya tercinta
tidak pulang bersamanya disaat pulang kembali kerumah ini. Memang tak boleh
ku membayangkan semua hal buruk dan tak masuk akal yang muncul hanya dari
pemikiran sempit tentang nasib adik kecil ku itu. Namun ketika tiba dari rumah
sakit sesudah persalinan aku teramat senang melihat ibu ku tercinta hadir di
rumah bersama kami lagi, namun ayah ku masih sibuk mengurus adik kecil ku yang
sakit ketika itu. Ibu ku berkata kepada ku waktu itu, Cal kamu udah jadi kakak,
adik kamu perempuan cantik, putih, tapi hidungnya agak pesek, candanya gembira.
Tersenyum ku dibuatnya dengan penuh pengharapan akan ayah pulang bersama adik
ku tercinta. Semua itu hanya mimpi !! Sekarang ini ke cemasan ku terbukti
sudah, untuk kesekian kalinya air mataku berlinang, untuk kesekian kalinya
hatiku tertusuk duri tajam, dan untuk kesekian kalinya aku terbunuh oleh
kesedihan. Tuhan benarkah engkau maha adil ??! Batin ku sendu. Hati kecil ku
meratapi semua namun berseru dengan lembut, Tuhan itu sungguh maha adil, dia
ingin melihat kamu tumbuh menjadi dewasa dan lebih kuat. Ini adalah takdir yang
sudah digariskan, seperti apa yang kamu bilang tempo hari Pascal, Kita manusia
sudah digariskan dengan takdir, kita tidak boleh melawan, tidak boleh berontak,
tidak boleh menentang semua yang Tuhan gariskan. Yang perlu kita lakukan hanya
tawakal, tabah dan sabar menghadapi semua ini sampai tiba saatnya nanti Tuhan
pasti akan menjamah semua keluh, kesah dan doa yang kita utarakan pada-Nya. Dan
aku yakini itu semua. Hari sudah menjelang pagi, dan sang waktu sudah menjukkan
pukul satu dini hari, sudah saatnya ku terlelap dalam mimpi indah ku, dan ku
berharap di saat ku terbangun nanti semua yang kulalui di hari ini ternyata
hanyalah sebuah mimpi buruk. Semua kembali disaat sediakala dimana saat itu
semuanya baik-baik saja, dan ayah ku tiba bersama adik kecil ku tercinta.
:”(
:”(
-pascal-