Welcome


WELCOME TO CORETAN PASCAL

Sunday, 25 January 2015

Green Arsitektur



Sebenarnya apa sih green arsitektur itu ? Green Arsitektur itu adalah ilmu membangun yang berorientasu kepada alam. Tapi pada kenyataannya, Indonesia sendiri telah salah kaprah tentang itu, seperti yang sering saya utarakan asal warnanya hijau disebut green, asal ada pohon 1 yang besar disebut green. Ya kurang lebih seperti itu.
Sejatinya green sendiri berorientasi pada alam, maka sikpa kita juga harus mengacu pada alam, mengapa ? Karena orientasi kita kesana maka kita juga harus bersikao demikian, tidak boleh malah menggagu ekosistem dan malah merusak apa yang seharusnya dijaga. Bukan hanya hasil, bukan hanya sekedar warna, tapi mulai dari proses dan dan bahan yang digunakan harus green.
Sebenarnya kalo mau ditelaah lebih jauh, penyumbang kerusakan alam paling tinggi yaitu dunia arsitektur, bagaimana tidak ? Mau bangun lahannya banyak pohon, tebang habis. Mau bikin bata, gali tanah ampe bikin lubang buat lingkungan. Mau bikin furniture buat interior, tebang hutan ambil kayu sebanyak-banyaknya. Bukankah demikian ? Mungkin tidak secara keseluruhan, tapi secara garis besar demikian.
Maka dari itu, dunia arsitektur telah banyak merusak, jangan lebih parah merusak dengan melakukan hal-hal yang dapat merusaknya lebih jauh, apa yang kita buat harus sepadan degan apa yang telah kita rusak, atau bahkan harusnya lebih baik. tapi bukan itu saja, tapi prilaku dan globalisasi juga mengambil peran penting bagi lingkungan.
Globalisasi membawa perilaku konsumtif dimana dalam hal ini ada beberapa item dampak dari perilaku ini, yaitu bahan plastik. Bahan plastik ini sekarang kencenderungan dan trend dikalangan masyarakat Indonesia, ini menjadi masalah karena apa ? Karena bahan ini membutuhkan waktu bertahun2 agar benar-benar terurai sempurna, tentu ini aka mengganggu ekosistem. Padahal dahulu masyarakat Indonesia hanya menggunakan tas untuk berbelanja, saya pikir itu keren dan tidak merusak dibandingkan sekarang. Mungkin plastik dapat terurai dengan cepat dengan api, tapi asapnya masalah baru. Tidak semua yang klasik itu norak, dan kampungan, gaya hidup masyarakat desa yang seperti saya bilang, berbelanja hanya membawa tas belanja tanpa perlu plastik lago merupakan pola pikir modern yang alami masyarakat Indonesia, tapi mulai rusak oleh budaya barat, ketika barat mulai sadar bahwa budaya itu merusak, mereka beralih kebudaya yang kita punya, namun ketika mereka mulai beralih, masyarakat Indonesia malah terjebak pada sebuah sebuah budaya yang sejatinya merusak ini.
Tentu ini pekerjaan yang rumit, bukan hanya bagi para pemimpin, masyarakat, tentunya juga bagi dubia arsitektur. Karena sebenarnya arsitektur itu selain ilmu tentang bangunan, tentu juga kehadirannya dapat sebagau orientasi perilaku dan sikap bagi masyarakat sekitar, sebagai contoh, ketika kita membuat sebuah taman, dan ditaman ini ada sebuah danau, untuk mencapai kesana kita buat jalan, jalan itu mengharuskan orang-orang yang ingin kesana harus melati jalir kanan pada sebuah pertigaan, maka dengan sendirinya mereka akan melewatinya, karena arsiteklah yang telah mengorientasikannya. Jadi intinya kita harus sekali lagi memasyarakatkan apa itu green arsitektur, jadi bukan hanya kalangan terpelajar atau yang bergelar sarjana saja yang memahaminya, naumung seluruh lapisan masyarakat.

Green Plan

Apa itu green plan ? Green plan sendiri adalah proses perencanaan yang meliputi beberapa wilayah dalam skala yang besar yang berorientasi pada alam. Tentu saja bukan hanya hasilnya saja yang hijau, tapi mulai dari proses dan bahan yang diterapkan harus hijau semua, tidak boleh merusak alam.
Jika kita berbicara soal green plan, tentu ini adalah hal yang tabu untuk Indonesia, terutama dunia arsitektur Indinesia itu sendiri. Dunia arsitektur Indonesia telah keliru mendifinisikan kata green dalam berarsitektur. Green secara luas itu hijau yang berorientasi pada alam, baik itu proses, bahan, dan hasil. Tapi Green di Indonesia itu asal rumah di cat hijau disebut green, asak ada pohonnya 1 besar disebut green.
Tentu saja jika bahas lebih jauh ini akan menjadi pelik dan sukar untuk dipahami, tetapi ringkas saja bahwa Indonesia telah keliru, ini salah siapa ? Mungkin juga efek dari meniru gaya asing yang disebut minimalis, dengan dalih ingin yang simple, sederhana, tapi bagus malah jadi salah kaprah. Padahal untuk lingkungan itu ga ada kata sederhana, harus benar-benar matang dipikirkan, agar apa yang kita buat tidak merusak lingkungan, malah harusnya kita membantu alam yang telah banyak memberi buahnya pada kita.
Saya menyebutkan, definisi dari green aresitektur saja sudah salah bagaimana kita mau melanjukan ke tahap green plan ? Dasarnya saja sudah salah, pantas negara kita makin kumuh dan makin mirip tempat sampah. Kita lihat saja Jakarta, ini adalah bukti besar rusaknya dunia arsitektur Indonesia, ini ibu kota loh !!
Kota harusnya terplaning dengan baik sebelum dibangun ini itu, harus dipisahkan mana kawasan industri, mana kawasan perkantoran, kawasan hijaunya berapa persen, dan sebagainya, gamblangnya seperti itu. Dari artikel yang pernah saya baca, dahulu Jakarta memang kota terplaning, dan master plannya itu iyalah orang Belanda (jaman penjajahan), dan setahu saya kirang lebih target warga yang dapat menempati jakarta itu hanya sekitar 1000 jiwa jika diumpamakan, karena saya lupa tepatnya. Namun sekarang Jakarta ditinggali oleh 10x dari kapasitas yang harusnya 1000 jiwa itu. Faktor jumlah ini juga yang menjadi kendala untuk green plan di jakarta. Bahkan yang lebih parah saat ini Jakarta itu hanya memeiliki sekitar 0,5% lahan terbuka hijau dari lahan keseluruhan, hanya 0,5 !! Jumlah yang sangat kecil untuk sebuah Ibu Kota.
    Jika dibandingkan dengan kota-kota lain di luar negeri mungkin Jakarta salah satu yang terendah penghijauannya. Kita coba sedikit bandingkan dengan kota Sejong di Korea. Kota ini merupakan kota lama yang direkontruksi oleh Korea, kota ini kelak yang akan menjadi ibu kota negara Korea Selatan. Kota ini masih dalam tahap pembangunan, dalam proses pembangunannya saja sudah terlihat matang, mereka menggunakan semua master plan hebat untuk membangun kota ini, dan jika telah jadi kota ini diperkirakan menjadi salah satu kota dengan lahan terbuka hijau terkuas didunia yaitu berkisar 26% dari keseluruhan luas lahan.
Jika terus menbandingan pasti tak ada habisnya, pasti akan terus jauh dan jauh tertinggal, ada baiknya kita mulai membenahi sistem pembangunan di Indonesia, ga usah muluk-muluk ingin bangun kota hijau, nyewa arsitek atau master plan mahal buat bikin green plan yang wowable, kota mulai yang sederhana dulu, meluruskan definisi green, memasyarakatkan green arsitektir kepada masyarakat luas, jangan hanya orang-orang yang bergelar sarjana arsitek saja yang mengerti apa itu green arsitektur dan bagaimana menyikapinya, tapi harus memasyarakatkan trend green arsitektur agar semua ikut serta dalam upaya Green Plan untuk Indonesia kedepan.


Bandung Sebagai Green City



Bandung memang cocok dengan gelar Green City. Selain tempat yang penuh kreatifitas ternyata Bandung yang terletak di Provinsi Jawa Barat ini cocok menyandang gelar sebagai green city. Mengapa demikian ? mari kita amati saja beberapa gambar yang ada dibawah ini sebagai contoh.
Hijau bukan ?
        Gambar ini bukan editan atau mungkin ambil sebagian tempat yang bagus, tidak demikian tapi saya rasa ini bandung secara keseluruhan. Udaranya yang segar, airnya yang sejuk, dan alamnya yang asri membuat kota ini cocok dengan gelar green city.
Dibalik hijaunya kota Bandung tentu kita tahu ada seorang walikota hebat yaitu Bapak Ridwan Kamil, beliaulah sosok yang saya rasa telah banyak memeberi warna hijau pada Bandung ini sendiri, meskipun Bandung serndiri telah hijau dari dahulu, namun tidak dapat dipungkiri sosok Ridwan Kamil memeberi kesan tersendiri bagi Bandung.
Dibalik posisinya sebagai walikota terpilih (2013-2018) ternyata beliau adalah seorang arsitek. Saya pernah mengikuti sebuah seminar mengenai tata kota, salah seorang pembicara itu yang saya lupa namanya, berkata bahwa kota yang baik itu adalah kota yang mempunyai Master Plan, dan ada baiknya sebuah kota memilih seorang walikota yang mengerti tentang tata kota dan lingkungan.
Ternyata apa yang diucapkan beliau itu benar dan ini terbukti setelah terpilihnya bapak Ridwan Kamil sebagai walikota Bandung, Bandung mengalami perubahan yang signifikan, banyak taman-taman baru bermunculan (baik rekonstruksi ataupun pure baru), banyak lahan terbuka hijau, muncul kawasan baru yang segar dan asri, mulai tegasnya aturan mengenai pemberdayaan lahan bagi bangunan.
Ini yang harusnya menjadi cintih bagi kota-kota lain, memberdayakan orang yang benar-benar mengerti tentang tata kota dan lingkungan sebagai seorang yang memimpin sebuah kota, agar kelak bermuncukan Bandung-Bandung yang lain, supaya Indinesia kembali hijau, kembali asri seperti dahulu.